Sabtu, 31 Desember 2011

58 Langkah Asuhan Prsalinan Normal (APN)


Mengenali Gejala dan Tanda Kala II
1.      Mengenali dan Melihat adanya tanda persalinan kala II Yang dilakukan adalah: tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda :
a.                   Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b.                  Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada  rektum dan vaginanya.
c.                   Perineum menonjol .
d.                  Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
Menyiapkan Pertolongan Persalinan .
2. Memastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk  menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk resusitasi → tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.
a.    Menggelar kain diatas perut ibu. Dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi.
b.   Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3.  Pakai celemek plastik yang bersih.
4. Melepaskan dan menyimpan semua periasan yang dipakai, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan  tangan dengan handuk pribadi yang kering dan bersih.
5. Memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk pemeriksaan dalam.
6. Masukan  oksitosin 10 unit kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan disinfeksi  tinggkat tinggi atau steril.
Memastikan Pembukaan Lengkap Dan keadaan Janin Bayi.
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah di basahi air disinfeksi tingkat tinggi.
a.    Jika Introitus vagina, perineum, atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan kasa dari arah depan ke belakang.
b.   Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.
c.    Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % → langkah 9.
8.  Lakukan Periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
  • Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
9.  Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan korin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal.
Menyiapkan Ibu Dan Keluarga Untuk Membantu proses pimpinan meneran.
11.Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, membantu ibu dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk  meneran.
( pada saat adanya his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa   nyaman ).
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk    meneran.
14. Ajarkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm meletakan handuk bersih diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
16. Meletakan kain yang bersih di lipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Membuka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi.
Lahirnya kepala.
19. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakan tangan yang lain di kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala, menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan saat kepala lahir.
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika terjadi lilitan tali pusat.
a.    Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
b.   Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat didua tempat dan potong diantara kedua klem tersebut.
21. menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran peksi luar secara spontan.Lahirnya Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tepatkan ke dua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya, dengan lembut menariknya kearah bawah dan kearah luar sehingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan kearah luar untuk melahirkan bahu posterior. Lahirnya badan dan tungkai
23. Setelah kedua bahu di lahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ketangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan tangan bagian bawah saat menyangga tubuh bayi saat dilahirkan.Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior saat bayi keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
( anterior ) dari punggung kearah kaki bayi untuk menyangga saat punggung dan kaki lahir memegang kedua mata kaki bayi dan dengan hati – hati membantu kelahiran kaki.
Penanganan Bayi Baru Lahir.
25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakan bayi diatas perut ibu di posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakan bayi di tempat yang memungkinkan).
26. Segera mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik..
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntukan oksitosin 10 unit IM (Intara muskuler) 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat  bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem dari arah bayi dan memasang klem ke dua  2 cm dari klem pertama ke arah ibu.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a.    Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan penguntungan tali pusat diantara dua klem tersebut.
b.   Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
c.    Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah disediakan.
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi   tengkurap didada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi dikepala bayi.
Penatalaksanaan Aktif  Persalinan Kala III.
Oksitosin
34. Memindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
35. Meletakan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat diatas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus, memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang – atas ( dorso – kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
  • Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan Plasenta
37. Lakukan penegangnan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir, (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
a.    Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b.   Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1.   Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2.   Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.
3.   Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4.   Ulangi penegangna tali pusat 15 menit berikutnya.
5.   Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
38.  Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan menggunakan ke dua tangan, pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilih kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
  • Jika selaput ketuban robek, pakia sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
  • Rangsangan Taktil (Masase) Uterus.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan Masase uterus, meletakan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi ( Fundus menjadi keras).
  • Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik masase.
Menilai Perdarahan
40. Memeriksa kedua sisi placenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukan plesenta kedalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif segera lakukan penjahitan.
Melakukan Prosedur paska persalinan
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi  perdarahan pervaginam.
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
a.    Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit bayi cukup menyusu dari satu payudara.
b.   Biarkan bayi berada didada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
44. Setelah 1 jam, lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, beri antibiotika salep mata pencegahan, dan vit K 1 mg IM di paha kiri anterolateral.
45. Setelah 1 jam pemberian vit K berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha kanan anterolateral. Letakan bayi didalam jangkawan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan. Letakan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu 1 jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
Evaluasi
46. Lakukan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
1)                  2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
2)                  Setiap 15 menit pada 1 jam pertama paska persalinan.
3)                  Setiap 20-30 menit pada jam kedua paska persalinan
4)                  Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksanaan atonia uteri.
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama paska persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua paska persalinan.
a.    Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama paska persalinan
b.   Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
50. Periksa kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5 0C).
  • Jika bayi sulit bernapas, merintih atau retraksi, diresusitasi dan segera merujuk kerumah sakit.
  • Jika bayi napas terlalu cepat, segera dirujuk.
    • Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Kembalikan bayi kulit kekulit dengan ibunya dan selimuti ibu dan bayi dengan satu selimut.
Kebersihan Dan keamanan
51. Tempatkan semua peralatan dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
( 10 menit ), mencuci dan membilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan – bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu untuk memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan bahwa ibu nyaman, membantu ibu memberikan ASI, menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan klorin 0,5% .
56. Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% membalikan bagian sarung tangan dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air yang  mengalir.

Pendokumentasian
58. Lengkapi patograf (Halaman depan dan belakang, periksa tanda vital dan asuhan kala IV). ( APN 2008)

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (3).

2.2 Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3).
2.3 Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (3).
(1) Faktor ibu
a. Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia <>
d. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
(3) Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun (4,7).
2.4 Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain (8):
*Hipotermia
*Hipoglikemia
*Gangguan cairan dan elektrolit
*Hiperbilirubinemia
*Sindroma gawat nafas
*Paten duktus arteriosus
*Infeksi
*Perdarahan intraventrikuler
*Apnea of Prematurity
*Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain (3,8):
*Gangguan perkembangan
*Gangguan pertumbuhan
*Gangguan penglihatan (Retinopati)
*Gangguan pendengaran
*Penyakit paru kronis
*Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
*Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka waktu <> dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (8).
2.5.1 Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR (3):
*Umur ibu
*Riwayat hari pertama haid terakir
*Riwayat persalinan sebelumnya
*Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
*Kenaikan berat badan selama hamil
*Aktivitas
*Penyakit yang diderita selama hamil
*Obat-obatan yang diminum selama hamil
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain (3):
*Berat badan <>
*Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
*Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).
2.5.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):
*Pemeriksaan skor ballard
*Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
*Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
*Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
*USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <>
2.6 Penatalaksanaan/ terapi
2.6.1 Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 (3):
*Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
*Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)
2.6.2 Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama (6):
*Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
*Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut (3):
a. Berat lahir 1750 – 2500 gram
- Bayi Sehat
*Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu.
*Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
- Bayi Sakit
*Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat.
*Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
· Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
· Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.
· Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :
o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
b. Berat lahir 1500-1749 gram
- Bayi Sehat
*Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)
*Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
*Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
- Bayi Sakit
*Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
*Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.
*Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
*Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
*Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
c. Berat lahir 1250-1499 gram
- Bayi Sehat
*Beri ASI peras melalui pipa lambung
*Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
*Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
*Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
- Bayi Sakit
*Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
*Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan.
*Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
*Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
*Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
d. Berat lahir <>tidak tergantung kondisi)
*Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama
*Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan.
*Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
*Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
*Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
2.6.3 Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):
*Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
*Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
*Ukur suhu tubuh dengan berkala
Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
*Jaga dan pantau patensi jalan nafas
*Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
*Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
*Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
*Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
2.7 Pemantauan (Monitoring)
2.7.1 Pemantauan saat dirawat
a. Terapi
*Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
*Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
b. Tumbuh kembang
*Pantau berat badan bayi secara periodik
*Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lair ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500>
*Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :
- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari
- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.
2.7.2 Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut (3,4):
*Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.
*Hitung umur koreksi
*Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
*Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)
*Awasi adanya kelainan bawaan
2.8 Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun)
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil
DAFTAR PUSTAKA
1. United Nations Children’s Fund/World Health Organization. Low Birthweight. UNICEF, New York, 2004. Avaliable from : http://www.childinfo.org/areas/birthweight.htm. Last Update : Nov 2007 [diakses tanggal 2 Desember 2007].
2. Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah (Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang Kesehatan, 1996. Avaliable from : http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. Last Update : 2003 [diakses tanggal 2 Desember 2007].
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-313.
4. World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting optimal fetal growth. Avaliable from : http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en.html. Last update : January 2007 [diakses pada tanggal 10 Desember 2007].
5. Mutalazimah. Hunbungan Lingkar Lengan Atas dan Kadar Hb Ibu Hamil dengan Bayi Berat Lahir Rendah di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam : Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol. 6. 2005; 114-126.
6. Suradi R. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Melihat situasi dan kondisi bayi. Avaliable from : http://www.IDAI.or.id. Last Update : 2006. [diakses pada tanggal 10 Desember 2007].
7. Sitohang NA. Asuhan keperawatan pada bayi berat lahir rendah. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2004.
8. Subramanian KS. Low Birth Weight Infant. Avaliable from : http://www.eMedicine.com. Last Update : September 25, 2006. [diakses pada tanggal 11 Desember 2007].
Ditulis dalam Referat. Tag: Bayi Berat Lahir Rendah, BBLR.



A.  Definisi Hipotermi
Explanation
Hipotermi adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh bayi kurang dari  36,5°C pada pengukuran suhu melalui ketiak. Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsí jantung paru dan kematian. Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR.


B.   Etiologi
Explanation
Suhu tubuh rendah (hipotermi) dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian
       Penyebab dari hipotermi pada bayi baru lahir :
*     Pertolongan dan perawatan yang tidak tepat segera setelah lahir, misalnya :
v  Terlalu cepat memandikan bayi (khususnya bayi resiko).
v  Terlambat membungkus bayi.
v  Dipisahkannya bayi dari ibu segera setelah lahir.
*     Suhu kamar bersalin dan kamar bayi rendah.
*     Bayi kurang bulan (BBL)/ bayi baru lahir rendah (BBLR).
*     Asfiksia/hipoksia.
*     Infeksi.
*     Trauma lahir (intrakranial).
*     Rujukan bayi yang tidak mempertahankan kehangatan bayi.


C.  Mekanisme Kehilangan Panas
Baik di kamar bersalin maupun kamar bayi BBL/neonatus akan kehilangan panas badan dari permukaan tubuh ke lingkungan sekitarnya melalui 4 cara :
1.     Evaporasi
Adalah jalan utama bayi kehilangan panas, dari bayi ke udara sekitar. Kehilangan panas badan melalui penguapan dari kulit tubuh yang basah ke udara, karena BBL diselimuti oleh air/cairan ketuban/amnion.
Misalnya bayi tidak segera dikeringkan dengan cepat setelah lahir, dapat pula terjadi kemudian pada saat bayi dimandikan. Proses evaporasi dapat dicegah apabila BBL segera dikeringkan setelah lahir.


 





2.     Konduksi
Adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan benda atau permukaan yang lebih dingin.
Misalnya bayi yang langsung diletakkan di meja, tempat tidur atau timbangan yang dingin, lebih-lebih ditempat yang terbuat dari logam, bayi akan kehilangan panas tubuh melalui konduksi terhadap permukaan yang lebih dingin.

 





3.     Konveksi
Adalah kehilangan panas badan bayi melalui aliran udara sekitar bayi yang lebih dingin.
Misalnya bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di kamar yang pintu dan jendelanya terbuka, ada kipas angin/pendingin ruangan yang dihidupkan.


 





4.     Radiasi
Kehilangan panas badan bayi melalui pemancaran/radiasi dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin. Bayi bisa kehilangan panas dengan cara ini meskipun benda yang lebih dingin tersebut tidak langsung bersentuhan dengan bayi.
Misalnya suhu kamar bayi/ kamar bersalin dibawah 25°C, lebih-lebih jika dinding kamarnya lebih dingin karena bahannya dari keramik/marmer.


 






D.   Klasifikasi Hipotermi
1.      Hipotermi sedang
*     Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
*     Suhu tubuh 320C – 36,40C.
*     Gangguan napas.
*     Denyut jantung kurang dari 100 kali/menit.
*     Malas minum.
*     Letargi.
2.      Hipotermi berat
*     Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah.
*     Suhu tubuh < 320C.
*     Tanda lain hipotermi sedang.
*     Kulit terasa keras.
*     Napas pelan dan dalam.

E.    Pengelolaan hipotermi.
1.      Pencegahan hipotermi
*     Menyiapkan kamar bersalin yang hangat, bersih, dan aman.
*     Segera mengeringkan bayi setelah lahir.
*     Merawat bayi bersama ibunya.
*     Asi eksklusif.
*     Menjaga  bayi tetap hangat dan aman dalam perjalanan selama rujukan/pemindahan bayi.
*     Melatih semua yang terlibat dalam proses kelahiran dan perawatan BBL secara berkala/kontinyu.
2.      Pengobatan hipotermi
BBL baik di rumah, Puskesmas, Rumah Sakit dapat tenderita hipotermi. Apabila terjadi harus segera dihangatkan kembali pada suhu optimal 370C (36,50C – 37,50C)
*     Di  Rumah
v  Metode kanguru.
v  Memakai pakaian yang hangat.
v  Menghangatkan kamar bayi sebelum di rujuk.
*     Di  Puskesmas
v  Metode kanguru.
v  Ditempatkan di kamar yang hangat.
v  Ditempatkan di tempat tidur hangat.
v  Ditempatkan di bawah lampu sorot/pemanas.
v  Ditempatkan dalam inkubator.

*     Di  Rumah Sakit
BBL yang menderita hipotermi berat (<320C) dalam penghangatan kembali secara cepat. Prosedurnya :
v  Memakai matras pemanas yang dikontrol dengan thermostat pada suhu 370C-380C untuk mengurangi kehilangan panas dan menyusui secara dini.
v  Dalam inkubator.

“Dalam menghangatkan kembali pada BBL harus dicegah jangan sampai bayi mengalami hipertermi”